\\(^^)//


Hei hei !! Selamat Datang Di blog ini..^^ semoga mengedukasi dan menginspirasi yaa ..

Sabtu, 11 Januari 2014

2.1 Gill net
                   Gill net sering diterjemahkan dengan “jaring insang”, “jaring rahang”, “jaring”, dan lain-lain. Istilah gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gill net” terjerat disekitar operculum-nya pada mata jaring. Dalam bahasa Jepang, gill net disebut dengan istilah “sasi ami”, yang diartikan bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring ami”. Di Indonesia, penamaan gill net beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).
                   Menurut Maugeri (1980), cara kerja gill net adalah benang untuk jaring tersebut sangat halus, sehingga ikan tidak dapat melihat jaring atau jaring bila terpasang tetap akan merupakan perangkap bagi ikan. Mata jaring yang terpasang akan membuka lebar ketika ikan yang berenang menuju ke jaring menabrak dengan kepalanya tepat pada satu mata. Jika ukuran ikan terlalu kecil dari ukuran mata jaring, maka ikan tersebut akan berenang lurus menembus jaring dan melarikan diri. Untuk ikan yang tubuhnya terlalu besar dari ukuran mata jaring, ikan itu akan merobek jaring dan  melarikan diri. Namun, ikan yang ukurannya tepat dengan mata jaring, ikan akan mendorong kepala dan badannya kuat-kuat kedalam jaring. Tetapi bila tenaga untuk mendorong terlalu kuat, ikan akan menembus jaring dan melarikan diri. Ketika ikan mencoba menarik kepalanya dari mata jaring, benang haluan yang melilit kulitya akan bergeser dan menjerat insangnya.
                    Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan gill net ini adalah jenis-jenis ikan yang berenang dekat permukaan laut (cakalang, jenis-jenis tuna, saury, fying fish),  jenis-jenis ikan demersal / bottom (flat fish, katamba, sea bream), juga jenis-jenis udang, lobster, kepiting dan  lain-lain.
                   Pada umumnya, yang dimaksud dengan gill net  ialah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebarnya lebih pendek dibanding dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring (Ayodhyoa, 1981).
                   Faktor yang mempengaruhi baik buruknya rentangan vertikal suatu gill net dalam air ditentukan oleh perimbangan dua gaya, yaitu pada lembaran jaring bagian atas diletakkan pelampung dan bagian bawahnya diletakkan pemberat. Selain itu juga dipengaruhi oleh gaya dari angin, arus, dan gerak gelombang.
2.1.1        Jenis-jenis Gill Net
            Jaring insang berdasarkan metode penangkapan ikannya diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, yaitu:
a.       Jaring insang hanyut (drift gill net)


Merupakan insang yang pemasangannya dibiarkan hanyut dan salah satu ujungnya diikatkan ke perahu. Alat ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis.



Gambar.1. Drift gill net

b.      Jaring insang lingkar (encircling gill net)
Jaring insang yang dioperasikan dengan cara melingkarkan alat mengelilingi gerombolan ikan permukaan. Setelah terkumpul, ikandikejutkan dengan membuat keributan di permukaan air sehingga ikan berenang berhamburan dan menabrak/tersangkut jaring. Cara melingkarkan jaring dilakukan dengan menebarkan jaring saat kapal membuat lingkaran.

Gambar.2. Encircling gill net(Sumber: http://1.bp.blogspot.com)

c.       Jaring klitik (shrimp gill net)
Jaring insang yang dipasang menetap pada jangka waktu tertentu di dasar perairan untuk tujuan penangkapan udang.

d.      Jaring insang tetap (set gill net)
Jaring insang yang dipasang menetap menghadang arus dengan menggunakan jangkar. Posisi pemasangan tergantung pada jenis-jenis ikan tujuan penangkapannya, yaitu permukaan (ikan pelagis), lapisan tengah (ikan pelagis) dan dasar perairan (ikan demersal).

Gambar.3. Set gill net

e.       Trammel net
Jaring insang yang terdiri atas tiga lapis jaring, yaitu 1 lapisan dalam (inner net) dan 2 lapisan luar (outer net). Ukuran  mata jaring bagian luar lebih besar dari bagian dalam. Alat dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal atau didiamkan di dasar perairan. Tujuan penangkapan alat ini adalah jenis-jenis udang.

Gambar 4. Trammel net. (Sumber:http://www.eurocbc.org/trammelnetpaneldiagram.gif)

2.1.2        Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan
            Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pengoperasian gill net dapat berhasil sesuai tujuan, diantaranya:
a.       Faktor jaring
b.      Waktu penangkapan
c.       Daerah penangkapan, dll

Faktor alat tangkap yang mempengaruhi hasil tangkapan itu secara garis besarnya terdiri dari:
a.       Faktor Jaring
Lusyne (1959) berpendapat bahwa bahan jaring yang baik memiliki sifat sebagai berikut:
v  Memiliki ketahanan yang besar terhadap tarikan, gesekan, lengkungan, simpulan dan tahanan terhadap gaya yang berulang-ulang.
v  Halus dan fleksibel serta dapat dipilin dengan baik
v  Fibre memiliki daya elastisitas yang tinggi dan tidak kaku
v  Fibre memiliki panjang yang cukup
v  Sedikit sekali menyerap air
v  Tahan terhadap pembusukkan
v  Diameter benang sama besar
v  Memiliki transparasi tinggi
v  Tidak terpengaruh zat kimia, suhu, dan sinar matahari
v  Harganya murah.

Penentuan ukuran mata jaring pada gill net akan berpengaruh terhadap hasil tangkapannya dan berpengaruh juga terhadap sumberdaya di perairan tersebut. Oleh sebab itu dalam penentuan ukuran mata jaring diperlukan beberapa pertimbangan agar dapat sesuai dengan perairan yang bersangkutan (Paryono, 1980).Antara mesh size dari gill net dan besar ikan tangkapan terdapat hubungan yang erat sekali. Gill net akan bersifat selektif terhadap besar ukuran dari hasil tangkapan yang diperoleh, sesuai ukuran  mata jaring yang digunakan.

Pada penentuan besar mesh size, sifat memanjang dan memendek dari twine yang dipakai sehubungan dengan peristiwa “water absorption”, daya mulur, elastisitas, “knotslippage”, sehubungan dengan gaya-gaya yang bekerja pada tubuh jaring atau simpul, yang gaya-gaya ini baik berasal dari arus, gelombang, dll.

Pada umumnya lebar atau tinggi gill net dapat mencapai 27 m. Menurut Ayodhyoa (1981), untuk menentukan tinggi jaring dapat menggunakan rumus:
2

Keterangan :    H = tinggi jaring dalam air (m)
                        a = ukuran mesh bar ( cm)
                        n = jumlah mata jaring pada lebar jaring
                        S = shortening

b.      Faktor Pelampung
Banyaknya pelampung yang dipakai berkaitan erat dengan daya apung. Sedangkan daya apung dipengaruhi oleh jenis-jenis bahan yang digunakan. Oleh sebab itu dalam menentukan bahan pelampung harus dipilih bahan yang memiliki daya apung lebih besar.
Besarnya daya apung dari pelampung dapat dihitung dengan persamaan:
F = W (
Keterangan:     F = daya apung (gram)
                        W = berat pelampung di udara (gram)
                        Sg = berat jenis pelampung

c.       Faktor Pemberat
Pemberat berfungsi untuk menarik jaring kebawah. Menurut Nomura (1978),  kondisi yang diperlukan untuk sinker, yaitu:
Ø  Memiliki daya tenggelam yang berat jenisnya besar
Ø  Cukup kuat dan mudah dibuat

      Bahan yang digunakan untuk membuat sinker diantaranya: timah, besi, kuningan, batu, plat beton. Tipe-tipe sinker yaitu: silinder, bulat, bentuk gendang, bentuk perahu  (Nomura, 1978).
Besar daya tenggelam dari sinker dapat dihitung dengan rumus:
Fs = W ( 1 –
Keterangan:     Fs = daya tenggelam  (gram)
                        W = berat sinker di udara (gram)
                        V = volume sinker (m3)
                        C = berat jenis sinker

2.1.3 Lokasi Penggunaan Gill net dan Hasil Tangkapannya di Indonesia
a.       Daerah Penangkapan Ikan
      Menurut Clemens (1961) yang dikutip oleh Effendie (1975),  penangkapan ikan ada hubungannya dengan suhu perairan dan ada hubungannya juga dengan ukuran ikan yang tertangkap.

      Beberapa faktor fisika air, yaitu suhu, salinitas, kecerahan air terhadap lampu, dan kecepatan arus, secara bersama-sama berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan (Asnawi, 1979). Dalam pengoperasian jaring insang, peranan arus dalam suatu operasi penangkapan sangat penting, selain berhubungan dengan olah gerak kapal juga berpengaruh pada alat tangkap yang digunakan. Daerah penangkapan  ikan untuk jaring insang umumnya dilakukan pada arus dengan kisaran 0,26– 0,28 meter/detik atau sekitar 1,7 knot – 1,8 knot.

Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam penempatan jaring insang ini adalah kecerahan perairan. Semakin rendah kecerahan suatu perairan, biasanya hasil tangkapan ikan alat ini lebih banyak. Penangkapan ikan dengan jaring insang umumnya dilakukan pada malam hari karena erat hubungannya dengan daya lihat ikan terhadap jaring. Oleh sebab itu, untuk mengurangi kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan, maka warna jaring hendaknya serupa dengan warna air.

Menurut Laevastu dan Hayes (1981), migrasi ikan yang hidup di laut dibagi dalam lima kelompok, yaitu :
ü  Spesies pelagis yang berada sedikit di atas thermoklin; mengadakan migrasi ke lapisan permukaan pada saat matahari terbenam; tersebar pada lapisan diantara permukaan dengan thermoklin pada waktu malam hari; menyelam dan berada di atas thermoklin bersamaan dengan terbitnya matahari.
ü  Spesies pelagis yang ada pada siang hari berada pada lapisan di bawah thermoklin;
mengadakan migrasi dengan menembus lapisan thermoklin ke lapisan permukaan selama matahari terbenam; tersebar diantara permukaan dengan dasar pada waktu malam hari, dengan jumlah terbanyak waktu malam hari di atas lapisan thermoklin; menembus lapisan thermoklin menuju ke lapisan yang lebih dalam bila matahari terbit.
ü  Spesies pelagis yang pada siang hari berada pada lapisan di bawah thermoklin; mengadakan migrasi di bawah lapisan thermoklin selama matahari terbenam; tersebar diantara thermoklin dasar pada waktu malam hari; turun ke lapisan yang lebih dalam selama matahari terbit.
ü  Spesies demersal pada waktu siang hari berada di atas atau pada dasar perairan; mengadakan migrasi dan tersebar di dalam massa air di bawah (dan kadang-kadang di atas) thermoklin pada saat matahari terbenam; menuju ke dasar pada saat matahari terbenam; menuju ke dasar perairan pada saat matahari terbit.
ü  Spesies yang tersebar di seluruh kolom perairan pada waktu siang hari tetapi akan turun ke dasar selama malam hari.

Berikut ini adalah  lokasi-lokasi penggunaan Gill net dan Hasil Tangkapannya di Indonesia, yang dikutip dari jurnal (kisaran tahun 2008-2013) :     

1.      Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Lebak Selatan, Banten (tahun 2010)
Mayoritas masyarakat Binuangeun mengandalkan perikanan tangkap sebagai pekerjaan utama. Dari segi metode penangkapan ikannya, usaha perikanan tangkap untuk ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang sangat mudah dan cepat diadopsi oleh para nelayan karena prosedur operasional penangkapannya cukup sederhana.

            Ikan yang diperoleh dari jaring insang beraneka ragam, ikan yang dominan tertangkap
adalah ikan tongkol, selain itu tertangkap juga jenis ikan cakalang, dan layaran. Hasil tangkapan ikan tongkol sangat dominan lebih dari 90% dari total hasil tangkapan. Sedangkan 10% hasil tangkapan lainnya sangat beragam, antara lain jenis ikan cakalang, kembung, dan tuna. Biasanya nelayan senang mendapatkan jenis ikan selain tongkol, hanya saja jaring insang yang mereka gunakan menjadi rusak/sobek.

            Jumlah hasil penangkapan dengan jaring insang sangat fluktuatif tergantung dari musimnya. Musim puncak ikan biasanya dari bulan Juli – Desember, sedangkan musim paceklik ikan biasanya dari bulan Januari – Juni. Pada bulan Februari – Mei, biasanya nelayan tidak melakukan operasi penangkapan dengan jaring insang hanyut dikarenakan pada musim tersebut ikan tongkol sangat sedikit yang tertangkap. Ketika musim puncak, hasil tangkapan ikan tongkol setiap trip rata-ratanya adalah 200 kg, sedangkan pada musim paceklik rata-rata hasil tangkapan ikan tongkol hanya 50 kg. Dari data tersebut terlihat sekali perbedaan hasil tangkapan ikan pada musim puncak dan paceklik.

Gambar 5. Hasil-hasil tangkapan di Binuangeun (2010):
1.      Ikan Tongkol



2.      Ikan Cakalang



3.      Ikan Layaran





2.      Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu (tahun 2010)
Jenis gill net yang sangat populer di kalangan nelayan Karangsong adalah gill net yang dibuat dengan modifikasi tertentu yang disebut gill net millenium. Pada tahun 2010, 57% hasil produksi perikanan laut di Karangsong dihasilkan dari gill net millennium. Alat tangkap gill net millenium dominan menangkap ikan tenggiri dan tongkol. Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong mengalami peningkatan setiap tahunnya hal ini dapat dilihat pada Tabel , dimana data produksi lelang dan nilai produksi dihimpun dari data tahun 2006 sampai data 2011.

Tabel.1.  Volume dan nilai produksi lelang tangkapan di PPI Karangsong
Tahun
Produksi (ton)
Nilai produksi (juta)
2006
7.103,515
14.025,361
2007
6.623,125
13.741,963
2008
12.568,814
23.992,164
2009
11.523,760
22.651,247
2010
13.884,757
31.237,184
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, Indramayu
Berdasarkan Tabel.1 , nilai produksi tahun 2008 meningkat secara pesat dari nilai produksi tahun sebelumnya. Tahun 2007 produksi sebesar 6.623,125 ton sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 12.568,814 ton, kenaikan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong mencapai 100% lebih, tetapi untuk tahun selanjutnya hanya mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan atau penurunan hasil produksi tidak bisa dipastikan meningkat atau menurun setiap tahunnya hal tergantung dari teknologi, alat tangkap, daerah penangkapan ikan yang optimal atau cuaca yang bagus untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

1.  
3.      Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (2013)
Daerah penangkapan alat tangkap jaring di perairan Rawapening Desa Asinan adalah pada perairan yang memiliki dasar perairan yang berlumpur dan memiliki kedalaman 1,5 meter. Daerah sekitar eceng gondok lebih disukai oleh nelayan, karena di sekitar eceng gondok biasanya banyak ikan yang tertangkap di daerah tersebut, tetapi beresiko terhadap cepat rusaknya jaring .

Hasil tangkapan jaring di Rawapening adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan mujair (Oreochromis mossambicus), ikan grasscarp (Ctenopharyngodon idella) dan  ikan red devil (Amphilophus labiatus). Jenis ikan seperti ikan betutu, ikan gabus, ataupun udang lobster penangkapannya cukup sulit dan stok di Rawapening masih jarang ditemui. Ikan nila, mujair dan red devil  jumlahnya cukup melimpah di perairan Rawapening.

2. 2 Purse seine
            Purse seine, payang, bagan, dan juga gill net merupakan alat tangkap yang sejak lama telah lama digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis Laut Jawa (Sujastani, 1978; Nurhakim dkk.,1995). Diniah (2008) menyatakan bahwa pukat cincin adalah alat penangkap ikan dari jaring yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan ikan. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang bergerombol. Cara pengoperasian purse seine adalah dengan melingkari gerombolan ikan, kemudian tali kolor (purse line) ditarik ke dan dari kapal hingga bentuk jaring menyerupai mangkuk. Selanjutnya hasil tangkapan dipindahkan ke kapal dengan menggunakan serok atau scoop.
            Purse seine pertama kali dipergunakan di Perairan Rhode Island untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia tyrannus). Selanjutnya purse seine dipatenkan atas nama Berent Velder dari Bergen, Norwegia pada tanggal 12 Maret 1859. Pada tahun 1860 alat ini telah digunakan diseluruh Pantai Atlantik dan Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1870, panjang purse seine diubah dari 65 fathom menjadi 250 fathom (1 fathom = 1,825 m). Dari bentuk inilah purse seine diperkenalkan ke negara-negara Skandivia pada tahun yang sama (Uktolseja dalam Rahardjo, 1978).
            Berdasarkan data statistik pada tahun 1962, perikanan purse seine menghasilkan sebanyak 15,1 % dari total hasil tangkapan berbagai alat tangkap di Jepang. Dengan demikian, purse seine merupakan alat penangkapan yang penting baik untuk perikanan pantai maupun perikanan lepas pantai (off shore) (Nomura, 1975).
            Menurut Ayodhyoa (1976;1981) ikan yang dijadikan tujuan penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan “pelagic shoaling species” . Maksudnya adalah ikan-ikan tersebut harus membentuk gerombolan (shoal), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula densitas shoal tersebut tinggi, yang berarti jarak ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin.
            Prinsip penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine adalah dengan melingkari gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk menjadi dinding vertikal. Dengan demikian, gerakan ikan kea rah horizontal dapat dihalangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari kea rah bawah jaring.
            Menurut Rahardjo (1978), panjang dari purse seine bergantung pada dimensi kapal, waktu operasi, dan jenis ikan yang akan di tangkap.
2.2.1 Jenis-jenis dan Konstruksi Purse Seine
            Purse seine dapat dibedakan menjadi beberapa jenis jika dilihat dari berbagai segi. Ada yang membedakan berdasarkan ada tidaknya kantong, jumlah kapal yang digunakan, dan ada pula yang menggolongkan berdasarkan jenis ikan yang akan dijadikan tujuan penangkapan. Purse seine dikelompokkan ke dalam kelompok surrounding nets. Ada dua tipe purse seine yaitu purseseinetipe Amerika dan purse seinetipe Jepang. Purse seinetipe Amerika berbentuk empat persegi panjang dengan bagian pembentuk kantong terletak di bagian tepi jaring. Purse seinetipe Jepang berbentuk empat persegi panjang dengan bagian bawah jaring berbentuk busur lingkaran dan bagian pembentuk kantong terletak di tengah jaring.
Jenis purse seine
Menurut Sadhori (1985), jenis purse seine dibedakan menjadi empat, yaitu:
 1)      Berdasarkan bentuk jaring utama, yaitu  :
Persegi atau segi empat; 
Trapesium atau potongan; dan
 Lekuk
2)      Berdasarkan jumlah kapal yang digunakan pada saat operasi, yaitu:
Tipe satu kapal (one boat system); dan
 Tipe dua kapal (two boat system).
Ayodhyoa (1981) menjelaskan perbandiingan antara system one boat system dan two boat system,sebagai
berikut :
1.One Boat System
*      Dibandingkan dengan two boat system, cara operasinya lebih mudah. Pada malam hari, lebih mungkin untuk menggunakan lampu untuk mengumpulkan ikan pada one boat system. Sedangkan pada two boat system cenderung digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan yang bergerak dengan pergerakan yang cepat pada siang hari.
*      Memungkinkan pemakaian kapal yang lebih besar, dengan demikian area operasi akan menjadi lebih luas.
*      Pengaruh cuaca relatif kecil lebih dapat dikuasai dengan demikian, jumlah operasi akan lebih banyak.
*      Menarik jaring, mengangkat jaring, mengangkat ikan dan pekerjaan lain di dek memungkinkan untuk dimekanisir, dengan demikian kerja akan lebih efisien.
*      Dengan ukuran jaring yang sama, ukuran kapal akan lebih besar pada one boat system dibandingkan dengan two boat system.


Two Boat System
*      Teoritis waktu yang dibutuhkan untuk melingkari gerombolan ikan akan menjadi sekitar seperdua dari waktu yang diperlukan oleh one boat system. Oleh karena gerombolan ikan mudah dilingkari dan dapat dilakukan dengan cepat, diharapkan akan memperoleh tangkapan yang besar.
*      Sifat-sifat ikan, kondisi fishing ground (angin, arus, gelombang dan sebagainya) akan mempengaruhi penentuan system yang akan ditangkap. Dalam hal-hal tertentu, two boat terkadang mendapatkan tangkapan yang lebih besar. Meskipun kita telah kita telah mencoba membandingkan antara one boat system dan two boat system, dalam pemilihan tipe mana yang akan dipakai, masih banyak hal yang perlu diperhatikan. Misalnya kondisi fishing ground, jumlah kru, skill dan lain sebagainya.





Gambar 9. Two Boat System. Kapal sedang mengepung gerombolan ikan menhaden di pantai Chesapeake
(Sumber : http://andromeda.rutgers.edu/~hbf/menhaden.htm)
3)      Berdasarkanspesies ikan yang menjadi target penangkapan :
 Purse seine tuna
Purse seine layang, dan
 Purse seine kembung

4)      Berdasarkan waktu operasi :
a)      Purse seine siang, dan
b)      Purse seine malam
Menurut BPPI Semarang (1985) jika dilihat dari besarnya skala usaha atau
besarnya kapal purse seine dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
Purse seine ukuran besar;
 Purse seine ukuran sedang; dan
Purse seine ukuran kecil atau mini purse seine

Konstruksi purse seine
Menurut Ayodhoa (1981) vide Sumargono (1999), secara garis besar purse seine terdiri dari:
Bag (kantong): bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil tangkapan pada
proses pengambilan ikan (brailing);
Corck line (floating line): tali tempat menempelnya pelampung;
 Wing (tubuh jaring): bagian keseluruhan purse seine;
 Lead line (sinker line): tali tempat menempelnya pemberat;
 Purse line (tali kolor): tali yang bergerak bebas melalui ring;
 Ring (cincin): cincin tempat bergeraknya purse line; dan
 Bridle ring: tali pengikat cincin.


Gambar 10. Klasifikasi purse seine
(Sumber:http://www.marinersmuseum.org/node/1000415/118)
2.2.2 Ukuran-ukuran Purse seine
            Salah satu faktor yang harus diperhatikan pada jaring purse seine adalah mesh size, karena berhubungan langsung dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dan banyaknya ikan yang tertangkap. Pemilihan mesh size yang terlampau kecil menyebabkan sinking speed menurun, tetapi mesh size yang terlampau besar juga akan mengakibatkan tangkapan banyak yang lolos.
            Jika D merupakan diameter twine (mm) dan L adalah panjang dari bar (mm), maka dapat dikatakan bahwa netting yang mempunyai nilai D/L yang kecil akan lebih cepat tenggelam dibandingkan dengan netting yang mempunyai D/L yang lebih besar (Konagaya, 1971 dalam Rahardjo, 1978). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran mesh size akan mempengaruhi sinking speed. Makin besar mesh size maka sinking speed akan semakin membesar dan sebaliknya. Ukuran mesh size untuk purse seine dapat ditentukan apabila pada bagian bunt telah memenuhi syarat sebagai berikut :
ao = (0.6-0.7) a
Keterangan : ao = mesh size untuk purse seine pada bagian bunt
                       a   = mesh size dari gill net untuk spesies ikan yang sama (Friedman, 1973)
                      Hal lain yang juga penting diperhatikan adalah ukuran benang (twine size). Seluruh bagian dari purse seine kecuali pada bagian bunt dibuat dari netting dengan ukuran yang sama besar. Badan utama merupakan bagian terbesar dari jaring (70%-80%), harus dibuat dari netting dengan twine yang tipis sehingga bisa lebih ringan. Sedangkan pada bagian bunt dibuat dengan twine yang tebal dan lebih besar dari twine yang terdapat pada lajur netting yang berdekatan dengan bunt.
                      Agar praktis dalam memilih netting dengan twine yang sesuai untuk setiap bagian dari jaring , maka perlu untuk mengetahui ratio d/a dimana d adalah diameter dari twine sedangkan a adalah mesh size. Nilai d/a untuk setiap bagian dari jaring dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Nilai d/a untuk Setiap Bagian dari Jaring (Fridman, 1973)
Bagian dari jaring
d/a
Bunt
0.04-0.05
Bagian yang berdekatan dengan bunt
0.03-0.04
Bagian lain (wing)
0.025-0.03

                      Menurut Nomura (1975) selama hauling dengan menggunakan power block, tegangan yang luar biasa dapat timbul pada benang jaring (netting twine) yang disebabkan oleh keadaan operasi diluar dugaan. Dalam percobaan tegangan yang abnormal atau tegangan maksimum (T max) pada twine dihitung 60 kali lebih besar dari tegangan rata (TN), maka ditentukan persamaan
T max = 100 x TN
Untuk berbagai ukuran purse seine, nilai TN (gram) berdasarkan pengamatan diperkirakan mengikuti rumus (Rahardjo, 1978) :
TN = 1 x n x (2y + 26,6) x 10-4
Dimana         1= panjang mesh size dalam keadaan teregang (cm)
                      n= jumlah mesh kearah lebar jaring
                      y= jumlah yarn dari twine
Ukuran purse seine ada 3, yaitu :
.         Berdasarkan ukurannya
        a.          Mini Purse Seine (panjang < 300 m)
        b.          Purse Seine sedang (panjang ≥ 300 – ≤ 600 m)
        c.          Purse Seine besar (panjang > 600 m)

2.2.3 Lokasi Penggunaan Purse Seine di Indonesia
            Alat tangkap purse seine berkembang pesat di laut Jawa pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Perkembangannya berkaitan erat dengan pelarangan pengoperasian alat tangkap jenis trawl atau pukat harimau di seluruh perairan Indonesia pada tahun 1985 kecuali ke arah timur dari 130 BT. Sehingga, sejak 1985 trawl atau pukat harimau hanya boleh beroperasi di perairan timur Indonesia dan sejak itu pula  purse seine berkembang pesat di Laut Jawa. Hasil pendaratan ikan sebanyak 40% di utara Jawa dihasilkan oleh purse seine (Atmaja dan Ecoutin,1996). Hasil tangkapan utamanya antara lain kelompok ikan pelagis seperti ikan layang (Decapterus spp), banyar (Rastrellger spp), bentong (Selar crumenophthalamus), tanjan (Sardinella gibbosa) dan siro (Ambligaster sirm) (Portier dan Sadhotomo 1996)

            Pekalongan merupakan basis utama kapal-kapal purse seine yang beroperasi di Laut Jawa dan sekitarnya. Pada tahun 1999 saja jumlahnya sudah mencapai ± 450 kapal. Daerah operasi penangkapan ikan kapal-kapal tersebut meliputi seluruh perairan Laut Jawa, sebagian Selat Karimata, Perairan Masalembo hingga ke Selat Sulawesi. Dengan jangkauan yang lumayan luas tersebut, kapal-kapal purse seine Pekalongan rata-rata beroperasi di laut selama 20-40 hari dengan ABK berjumlah 30-40 orang per kapal.

            Namun saat ini hasil tangkapan armada purse seine pelagis kecil yang menurun di perairan Laut Jawa telah mendorong perpindahan daerah penangkapan 61unit  armada menuju perairan Samudera Pasifik. Akibat perpindahan lokasi penangkapan, maka armada purse seine melakukan perubahan target penangkapan yang tadinya para armada menangkap ikan pelagis, beralih menangkap ikan tuna.

            Dengan demikian, aspek lain pun mengalami perubahan seperti teknis alat tangkap, kapal dan pesawat bantu penangkapan. Untuk mendeskripsikan perubahan-perubahan yang terjadi maka dilakukan penelitian dari bulan Juni 2009 hingga 2010 di Bitung. Hasil menunjukan bahwa aspek teknis yang diubah meliputi: (1) pesawat bantu penangkapan dari garden (horizontal capstan) menjadi power block, (2) desain dan konstruksi jaring yaitu dari ukuran mata jaring 1 inci menjadi 4 inci, (3) tata letak (layout) bangunan diatas dek terutama anjungan (bridge) dan kamar ABK dari posisi semula yaitu dibelakang menjadi didepan. Perubahan tersebut meningkatkan laju tangkap sebanyak 5,5 kali lipat, yaitu dari 0,547 kg/tawur menjadi 3.032,6 kg/tawur.

            Saat ini, penangkapan ikan secara berlebihan (over fishing) serta kelebihan kapasitas dalam penangkapan (excess capacity ) merupakan dua isu serius yang sedang dihadapi oleh perikanan di daerah pelagis kecil Laut Jawa . Hasil penelitan yang dilakukan oleh Widodo dan Mahiswara (2009) menunjukkan hanya tinggal 27,2 % armada purse seine pelagis kecil yang berbasis di Pekalongan dengan daerah penangkapan di Laut Jawa dan sekitarnya yang masih efisien secara teknis, sedangkan 72,8% sisanya sudah tidak tidak efisien. Cara untuk meningkatkan efisiensi penangkapan ialah dengan memindahkan daerah operasi penangkapan konvensional menuju ke perairan yang masih kaya dengan sumberdaya ikannya.

             Daerah penangkapan konvensional yang berbasis di Pekalongan antara lain: perairan sebelah utara Tegal dan Pekalongan, sekitar kepulauan Karimunjawa, Pulau Bawean, Kepulauan Masalembu, Pulau Matasiri, Pulau Pejantan di Laut Cina dan perairan Lumu-Lumu di Selat Makasar (Nugroho, 2004). Selain Laut Cina Selatan, daerah yang telah disebutkan merupakan daerah penangkapan permanen bagi armada purse seine yang berbasis di Pekalongan dan Juwana. Di Laut Cina Selatan, armada purse seine berhenti dioperasikan pada musim barat karena kondisi laut yang tidak memungkinkan untuk melakukan penangkapan dengan menggunakan purse seine.

            Penelitian yang dilakukan oleh Widodo dkk (2009) pada bulan Juni-Desember 2009 dan Januari-Desember 2010 di Bitung menunjukan bahwa purse seine yang sebelumnya beroperasi di Laut Jawa saat ini dioperasikan di perairan samudera Pasifik Indonesia. Posisi daerah penangkapan dicatat oleh nahkoda purse seine. Contoh berdasarkan posisi rumpon-rumpon atau Fish Aggregating Devices (FADs).

Tabel 3. Struktur armada kapal pengangkut carier boat pada perikanan purse seine yang berasal dari laut Jawa dan dioprasikan di perairan samudra Pasifik Indonesia.
GT
Jumlah
%
<60
3
8.3
61-90
6
16.7
91-150
20
55.6
151-200
6
16.7
>200
1
2.8
Jumlah
36
100
Sumber: PSDKP_Bitung (2009)


Tabel 4. Struktur armada kapal penangkap pada perikanan pukat cincin yang berasal dari laut Jawa dan dioperasikan di perairan samudera Pasifik Indonesia.
GT
Jumlah
%
<60
7
41.2
61-90
5
29.4
91-150
5
29.4
151-200
0
0.0
>200
0
0,0
Jumlah
17
100
Sumber : PSDKP_Bitung (2009)

Tabel 5. Struktur armada kapal lampu pada perikanan pukat cincin yang berasal dari laut Jawa dan dioperasikan di perairan samudera Pasifik Indonesia.
No
Nama Kapal
GT
Asal
Fungsi
1
KM. Haring Malension 06
6
Pekalongan
Kapal Lampu
2
KM. Haring Malension 07
6
Pekalongan
Kapal Lampu
3
KM. Pasifik 104
15
Jakarta
Kapal Lampu
4
KM. Pasifik 205
15
Jakarta
Kapal Lampu
5
KM. Pasifik 207
15
Jakarta
Kapal Lampu
6
KM. Pasifik 105
18
Jakarta
Kapal Lampu
7
KM. Pasifik 106
18
Jakarta
Kapal Lampu
8
KM. Pasifik 208
18
Jakarta
Kapal Lampu
Sumber : PSDKP_Bitung (2009)

Gambar 11. Penangkapan ikan dengan purse seine.
            Sebanyak 61 unit armada purse seine  Laut Jawa yang memindahkan daerah penangkapannya ke samudera Pasifik Indonesia awalnya merupakan kapal penangkap ( catcher boat ) tetapidi daerah penangkapan yang baru, beberapa kapal diubah menjadi kapal pengangkut (carrier boat), kapal pengumpul (collecting boat) dan kapal lampu (light boat). Dari 61 unit armada, 36 unit diantaranya dijadikan sebagai kapal penangkapan, sedangkan 17 unit dialihfungsikan sebagai kapal pengumpul atau kapal pengangkut dan 8 sisanya djadikan kapal lampu.

            Saat ini Bitung, Sulawesi Utara menjadi basis baru kapal-kapal purse seine yang sebelumnya berada di  Jakarta dan Jawa, terutama di daerah Pekalongan dan Juwana. Informasi menegenai status kapal-kapal purse seine tersebut, apakah sebagai kapal andon atau berpindah basis belum tersedia. PT. Putra Jaya Kota (PJK) merupakan salah satu perusahaan yang menampung hasil tangkapan selama dioperasikan di perairan Samudera Pasifik Indonesia.

            Hasil pengamatan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa hasil tangkapan utama purse seine di Samudera Pasifik Indonesia adalah dari jenis ikan Tuna. Hasl tangkapan didomnasi oleh cakalang atau skipjack (Katsuwoni sp.) sebanyak 69,46%, madidihang atau yellowfin tuna (Thunnus albacores) 19,10% ,tuna mata besar atau big eye tuna (Thunnus obesus) 4,40 %, tongkol (Euthynnus sp) 0,78%, dan lainnya 6,27%.

Tabel 6. Komposisi tangkapan pukat cincin pelagis dari laut Jawa di perairan samudera Pasifik Indonesia.
Nama Lokal
Nama Inggris
Nama Latin
Komposisi (%)
Cakalang
Skipjack tuna
Katsuwonus sp
69.46
Madidihang
Yellowfin tuna
Thunnus albacores
19.10
Tuna mata besar
Bigeye tuna
Thunnus obesus
4.40
Tongkol (deho)
Frigate
Euthynnus sp
0.78
Lainnya
Other
-
6.27
Sumber : Hasil enumersi tahun 2009 di Bitung, Sulawesi Utara.

            Jenis ikan bukan target yang ditangkap purse seine yang berasal dari Laut Jawa di Samudera Pasifik Indonesia antara lain amberjack (Seriola rivoliana), mackerel scad (Decapterus macarellus), rainbow runner (Elagatis bipinnulata), drummer (Kyphosus cinerascens), mahimahi (Coryphaena hippurus ),ocean tigerfish (Chantidermis maculates), silky shark (Carcharhinus falciformis), wahoo (Acanthocybium solandri), filefish (Aluterus monocerus) dan sergeant major (Abudefduf saxatilis).

            Akibat dari relokasi daerah wilayah penangkapan armada purse seine, maka teknologi penangkapan yang digunakanpun berubah. Beberapa perubahan teknologi yang berhasil diamati adalah mengenai desain umum kapal dan pesawat bantu penangkapan atau mesin dek (deck machinery), desain dan konstruksi jaring dan alat bantu penangkapan (kombinasi FADs maupun cahaya lampu penarik ikan).


            Hasil enumerasi di Bitung menunjukkan bahwa laju tangkap purse seine antara 1863,2-4373,1 kg/ tawur dengan rata-rata 3563,1kg/tawur . Laju tangkap terendah terjadi pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan September .


Daftar Pustaka

  • *      Widodo, A. A ., B. I. Prisantoso, & R. T. Mahule. 2012. Perubahan Daerah Penangkapan, target tangkapan dan teknologi armada pukat cincin Laut Jawa yang dioperasikan di Samudera Pasifik. J.Lit.Perikan.Ind. 17(4). 243-251
  • *      Wijopriono, A. S. Genisa. 2003. Kajian terhadap laju tangkap dan komposisi hasil tangkapan purse seine mini di  perairan pantai utara Jawa Tengah. . Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. 13(1). 44-50
  • *      http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57244/BAB%202%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=5
  • *      Ayodhyoa. 1998. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
  • *      Nomura, M dan T. Yamazaki. 1977. Fishing Technique (I). Japan International Cooperation Agency,Tokyo. 206 p.
  • *      Sudirman, H, & Mallawa Achmar. 2012. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.
  • *    repository.ipb.ac.id/.../BAB%20I%20Pendahuluan.pdf
  • *    www.bi.go.id › ... › Info UMKMKelayakan Usaha
  • *      Lusyne, P. A., 1959. Some Consideration on Net Making. Modern Fishing Gear of The World I.
  • *      Effendie, M. I., 1975. Biologi Perikanan I. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor.

1 komentar:

  1. gan punya buku ini gak? Uktolseja dalam Raharjo, 1978?

    BalasHapus