DIKTAT KULIAH
GENETIKA IKAN
GENETIKA
FENOTIF KUANTITATIF
Oleh
Ibnu
Dwi Buwono, Ir.,MSi.
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2001
---------------------------------------------------------------------------------------
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Alloh Yang
Maha Esa atas tersusunnya buku pegangan kuliah genetika ikan ini. Buku tersebut
lebih dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah
genetika ikan yang banyak menguraikan teori-teori dasar genetika yang harus
disederhanakan penyampaiannya. Topik yang dibahas dalam buku ini dititik
beratkan pada genetika fenotif kuantitatif khususnya program seleksi,
hibridisasi, inbreeding dan mekanisme sex
reversal pada genetika ikan.
Pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan ucapan terima ksih, kepada :
1.
Bapak Prof.H.A. Himendra W.,dr,SpAn.KIC selaku Rektor
Universitas Padjadjaran
2.
Bapak Prof.Dr.Sadeli Natasasmita,Ir. Selaku Dekan
Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
3. Bapak Dr.
Otong Suhara,Ir.,MS. Selaku Ketua Jurusan Perikanan
Universitas Padjadjaran
3.
Staf perpustakaan Fakultas Pertanian dan Jurusan
Perikanan yang
telah
membantu mencarikan bahan rujukan.
Menyadari akan kekurangan dalam penyajian buku ajar
tersebut, penulis dengan senang hati
menerima kritik dan saran yang membangun.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
Mata kuliah genetika ikan yang
dibahas ini lebih menitik beratkan pada kajian genetika kuantitatif pada
spesies ikan sebagai obyek uraian mata kuliah tersebut. Cakupan dalam genetika
kuantitatif ini menjelaskan peranan program seleksi, program hibridisasi maupun
peranan bioteknologi (program sex
reversal) untuk memperoleh stok induk unggul dalam upaya meningkatkan
produksi usaha budidaya ikan.
Tujuan genetika ikan yang diterapkan
pada budidaya ikan adalah peningkatan produksi ikan. Pertama, untuk
meningkatkan ukuran ikan yang dibudidayakan. Kedua, untuk meningkatkan produksi
khususnya berat tubuh ikan yang dihasilkan. Umumnya terdapat dua cara untuk
upaya peningkatan produksi. Pertama, dengan manipulasi lingkungan, seperti
misalnya penggunaan pupuk, pakan buatan, atau perbaikan pengelolaan kualitas
air. Kedua, mengusahakan perbaikan pertumbuhan ikan secara genetik.. Apabila
kedua cara tersebut dapat dilaksanakan, produksi ikan yang diharapkan akan
dapat tercapai.
Beberapa program breeding dapat digunakan untuk
memperbaiki suatu populasi ikan secara genetik. Selective breeding dan crossbreeding
(dikenal sebagai hibridisasi) merupakan dua program genetik ikan tradisional
yang telah lama digunakan para breeder
(petani pemijah ikan) untuk memperbaiki genetik pertumbuhan ikan. Inbreeding sering dikombinasikan dengan
hibridisasi untuk memperbaiki hasil akhir program crossbreeding. Sedangkan pada perkembangan terakhir program
bioteknologi yang sering diikutkan dalam upaya mencetak stok induk unggul
adalah program sex reversal
(pengalihan kelamin secara hormonal).
Selective
breeding adalah program breeding
yang mencoba untuk memperbaiki nilai genetik populasi dengan seleksi dan hanya
menggunakan persilangan ikan-ikan yang terbaik (ukuran besar, bobot paling
berat, warna paling bagus) dengan harapan bahwa induk-induk ikan terseleksi
akan mampu mewariskan superioritasnya kepada keturunannya. Jika hal ini
terjadi, generasi berikutnya akan memiliki pertumbuhan cepat, dan pada akhirnya
akan meningkatkan produksi ikan. Ikan akan lebih efisien sebagai usaha
budidaya, memiliki biaya pakan relatif rendah atau ikan akan memiliki warna
tubuh yang diinginkan sehingga meningkatkan nilai penjualan.
Crossbreeding
adalah program breeding yang mencoba
untuk menemukan kombinasi antara populasi yang berbeda untuk menghasilkan
superioritas pertumbuhan terhadap keturunan sehingga keturunan akan menampakkan
hybrid vigour. Program crossbreeding umunya melibatkan strain-strain yang
berbeda dalam satu spesies (intraspecific
hybridization), namun spesies-spesies ikan yang berbeda juga dapat
dihibridisasikan (interspecific
hybridization). Hibridisasi diantara spesies ikan Tilapia yang berbeda bertujuan untuk menghasilkan hibrid-hibrid
ikan yang semuanya jantan dan memiliki pertumbuhan relatif lebih tinggi dari parentnya.
Pada perkembangan tahun terakhir ini, peranan bioteknologi sangat
menguntungkan upaya perbaikan genetik ikan. Salah satu yang telah diaplikasikan
pada program breeding adalah produksi
stok induk hasil kegiatan sex reversal
untuk memproduksi populasi-populasi monoseks yang memiliki sifat pertumbuhan
lebih tinggi dibandingkan parentnya.
Ikan Tilapia jantan merupakan jenis
ikan yang diinginkan dalam budidaya dari pada ikan betinanya karena
pertumbuhannya dua kali lipat dibanding ikan betina. Produksi stok induk hasil
kegiatan sex reversal umumnya
dilakukan dengan cara pemberian hormon seks (estrogen atau androgen) melalui
makanannya untuk mencegah terjadinya differensiasi kelamin pada tahap burayak (fry). Efektivitas penggunaan hormon seks
tergantung pada sistem penentu kelamin pada spesies ikan tersebut dan apakah
yang diharapkan semuanya berjenis kelamin jantan atau betina.
BAB II
SELEKSI FENOTIF
KUANTITATIF
Fenotip kuantitatif penting untuk
produksi seperti misalnya panjang, berat, konversi pakan dan jumlah telur per
kg berat induk betina merupakan sifat genetik ikan yang memiliki keuntungan
ekonomis. Seleksi fenotip kuantitatif pada ikan bertujuan untuk menyisihkan
alel-alel yang tidak diharapkan dalam suatu populasi ikan. Fenotif kuantitatif
dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) sehingga tidak dapat dianalisa secara
sederhana seperti halnya fenotif yang hanya dikendalikan oleh satu atau dua gen
saja.
Aditive
genetic variance merupakan komponen genetik yang terpenting untuk varian
fenotif dan dapat dieksploitasi dengan program selective breeding. Sedangkan dominance
genetic variance dapat dieksploitasi dengan program crossbreeding (hibridisasi).
2.1. Genetik Fenotif Kuantitatif
Fenotif-fenotif kuantitatif secara
genetik merupakan ekspresi gen yang sangat kompleks. Tidak seperti fenotif
kualitatif yang dikontrol oleh gen tunggal, suatu fenotif kuantitatif dikontrol
oleh 20 atau 50 atau bahkan 100 gen lebih. Jumlah gen-gen yang mengontrol fenotif
kuantitatif ini tidak diketahui, demikian pula modus operasi ekspresi gen
tersebut juga tidak diketahui.
Setiap gen dapat membantu
menghasilkan fenotif kuantitatif yang menunjukkan macam-macam sifat sehingga
menampakkan adanya variasi ekspresi yang terus menerus. Adanya variasi secara
terus menerus ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
(1)
setiap gen mengikuti hukum Mendel dan kedua alel pada
tiap-tiap lokus
memisah selama proses meiosis sehingga gamet yang
terbentuk hanya akan menerima satu dari
alel tersebut;
(2) semua fenotip
umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga muncul
sifat yang bervariasi.
Oleh karena banyaknya fenotif
kuantitatif yang menampakkan variasi terus menerus maka cara untuk
mempelajarinya adalah dengan menggunakan analisis varian yang terdapat dalam
populasi dan memilah-milahkan ke dalam komponen genetik. Komponen genetik yang
terlibat dalam fenotif kuantitatif adalah varian fenotif (VP),
varian genetik (VG) dan varian lingkungan (VE). Varian
fenotif merupakan jumlah dari varian genetik (VG), varian lingkungan
(VE) dan interaksi yang terdapat diantara varian genetik dan varian
lingkungan (VG-E).
VP = VG + VE
+ VG-E
Varian genetik merupakan komponen
yang sangat besar sekali pengaruhnya terhadap fenotif kuantitatif karena obyek
dari setiap program breeding adalah
untuk mengeksploitasi atau untuk merubah genetik suatu populasi dalam upaya
memperbaiki produktivitas. Pengukuran varian genetik harus melibatkan varian
genetik aditif (VA), varian genetik dominan (VD) dan
varian genetik epistatik (VI). Dengan demikian VG
merupakan jumlah VA, VD dan
VI.
VG= VA + VD
+ VI
Sub
komponen VG tidak dapat disebut sebagai aksi aditif, dominan dan
aksi gen epistatik. Varian genetik aditif (VA), VD dan VI
merupakan komponen –komponen varian fenotif, bukan merupakan modus aksi gen
untuk gen tertentu.
Perbedaan diantara VA, VD
dan VI merupakan ekspresi sifat yang harus diwariskan kepada
keturunannya dalam program pemuliaan ikan. Setiap perbedaan sifat diwariskan
dengan cara yang berbeda sehingga program breeding
yang berbeda diperlukan untuk mengeksploitasi setiap tipe varian genetik yang
dapat memperbaiki produktivitas.
Varian genetik dominan adalah varian
yang ditimbulkan dari interaksi alel-alel pada setiap lokus. Hal ini disebabkan
adanya pemisahan pasangan alel selama meiosis. Varian genetik dominan tidak
dapat diwariskan dari induknya kepada keturunan, namun harus ditimbulkan lagi
pada setiap generasi yang baru. Interaksi pasangan alel-alel dominan ini dapat
berubah dan terpisah oleh peristiwa segregasi dan pindah silang (crossing over) selama meiosis, sehingga
varian genetik dominan ini tidak dapat secara otomatis diwariskan dari induk
kepada anaknya.
Varian genetik epistatik merupakan
varian yang ditimbulkan dari interaksi alel-alel diantara 2 atau lebih lokus.
Peristiwa pemisahan alel dan segregasi selama meiosis mengakibatkan varian
genetik epistatik tidak dapat diwariskan dari induk kepada anaknya, sehingga
harus diupayakan kembali agar muncul pada stiap generasi yang baru.
Varian genetik aditif merupakan
komponen genetik yang ditimbulkan oleh pengaruh aditif (pengaruh yang kuat)
dari gen-gen. Varian genetik aditif merupakan kumpulan dari pengaruh semua
alel-alel yang terdapat dalam lokus. Varian ini tidak tergantung pada interaksi
spesifik atau kombinasi alel-alel, sehingga varian genetik aditif tidak
terpisah selama proses meiosis. Dengan demikian varian genetik aditif
diwariskan secara permanen dari induk kepada anaknya. Oleh karena pada
pelaksanaanya varian genetik epistatik sulit untuk dieksploitasi, komponen
genetik penting pada fenotif kuantitatif adalah varian genetik dominan (VD)
dan varian genetik aditif (VA).
Ekspresi sifat kuantitatif dalam
varian genetik dominan tergantung pada interaksi alel sehingga harus
dieksploitasi dengan program hibridisasi untuk menimbulkan kembali kombinasi
pasangan alel yang bersifat dominan. Sebaliknya varian genetik aditif tidak
tergantung dari interaksi alel, karena varian tersebut merupakan fungsi alel
yang akan terekspresi langsung dari induk kepada anaknya. Varian genetik aditif
dapat dieksploitasi dengan program seleksi.
2.2. Seleksi Dan Varian Genetik
Aditif
Seleksi merupakan program breeding
dalam individu atau famili yang terpilih dalam upaya untuk merubah rata-rata populasi
pada generasi berikutnya. Seleksi didasarkan atas nilai ekspresi fenotif
kuantitatif minimal. Ikan yang menunjukkan nilai fenotif kuantitatif diatas nilai minimal dapat digunakan sebagai
calon induk terpilih, sedangkan yang menunjukkan ekspresi dibawah nilai minimal
harus disisihkan.
Seleksi dimaksudkan untuk merubah
fenotif kuantitatif dari rata-rata populasi dengan cara mengeksploitasi genetik
aditif yang bertanggung jawab terhadap pewarisan sifat yang menguntungkan dari
induk kepada anaknya. Segregasi dan pemisahan alel selama meiosis mengurangi
genotif dari kondisi diploid ke kondisi haploid sehingga dapat merubah varian
genetik dominan, namun tidak akan merubah varian genetik aditif karena
merupakan fungsi dari alel.
Ikan-ikan yang menunjukkan
superioritasnya disebabkan varian genetik aditif mampu mewariskan
pengaruh-pengaruh superioritas tersebut sehingga eksploitasi varian ini yang
sangat nyata dalam pelaksanaan program seleksi. Apabila diketahui varian
genetik aditif suatu fenotif kuantitatif maka akan lebih mudah memprediksikan
rata-rata fenotif pada generasi berikutnya didasarkan atas rata-rata calon
induk ikan terseleksi. Dengan demikian varian genetik aditif ini disebut
sebagai varian nilai breeding.
2.3. Heritabilitas
Proporsi jumlah varian genetik
aditif (VA) penting untuk diketahui oleh karena dapat diprediksikan
apakah program seleksi tersebut efektif. Jumlah varian genetik yang terdapat
dalam fenotif kuantitatif dari suatu populasi sangat menentukan keberhasilan
program seleksi. Apabila jumlah varian tersebut kecil maka nilai yang dapat
dieksploitasi juga kecil sehingga menyulitkan program seleksi. Proporsi jumlah
varian fenotif kuantitatif (VP) yang dikontrol oleh VA
disebut heritabilitas (h2).
h2
= VA / VP
Heritabilitas
menggambarkan proporsi VP yang diwariskan dan dapat diprediksikan
serta dapat dipertanggungjawabkan karena h2
merupakan komponen genetik yang tidak terpisahkan selama meiosis. Jika nilai h2 diketahui maka akan lebih
mudah memprediksi respon seleksi dengan menggunakan rumus :
R = Sh2
Dimana R adalah respon seleksi, S adalah diferensial
seleksi dan h2 adalah proporsi jumlah VA. Heritabilitas
menunjukkan prosentase pewarisan fenotif kuantitatif dan tergantung dari VA
yang merupakan komponen genetik penentu. Nilai heritabilitas berkisar diantara
0 dan 1,0. Besar kecilnya nilai heritabilitas akan memnentukan prediksi berat
rata-rata populasi pada generasi berikutnya. Bilamana nilai heritabilitas lebih
kecil dari 0,15 (h2 = 15
%), pengubahan untuk memperbaiki berat rata-rata populasi dengan program
seleksi akan lebih menyulitkan. Semakin besar nilai heritabilitas, pengubahan
berat rata-rata populasi dengan seleksi semakin mudah dan efektif.
Salah satu contoh penerapan respon
seleksi (R) dapat dilaksanakan pada usaha budidaya ikan. Apabila seorang petani
ikan lele ingin mengadakan seleksi dari stok populasi induk ikan lele dengan
berat rata-rata populasi 454 g per ekor dan petani mengharapkan dari program
seleksi tersebut dapat terpilih 50 ekor induk betina dengan rata-rata berat 604
g dan 40 ekor induk jantan dengan berat rata-rata 692 g, maka dengan
menggunakan rumus respon seleksi akan dapat diketahui perkiraan berat rata-rata
pada generasi berikutnya. Penghitungan R dilakukan melalui tiga tahap.
Ø
Tahap pertama :
memperoleh nilai h2
pertumbuhan (dalam hal ini nilainya telah diketahui untuk ikan lele sebesar
0,50)
Ø
Tahap kedua : menghitung diferensial atau
perbedaan seleksi, sebagai berikut :
S
= berat rata-rata terseleksi E
+ berat rata-rata terseleksi G – rata-rata populasi
2
S
= 604 g + 692 g – 454 g
2
S
= 194 g
Ø
Tahap ketiga : menghitung respon seleksi
R = Sh2
R = (194g) (0,50)
R = 97 g
Berat rata-rata populasi berikutnya (F1 =
keturunan pertama hasil persilangan dari induk-induk ikan lele terseleksi)
menjadi :
F1 = berat rata-rata populasi + respon
seleksi
F1 = 454 g + 97 g
F1 = 551 g
Peningkatan nilai heritabilitas
dapat dilakukan dengan seleksi berat rata-rata induk ikan untuk mengetahui
standar deviasi dan koefisien variasi berat rata-rata populasi. Populasi dengan
standar deviasi dan koefisien variasi besar lebih memudahkan pengeksploitasian
varian genetik (termasuk VA), oleh karena jumlah variasi perbedaan
berat rata-rata individu yang terseleksi dengan berat rata-rata populasi
semakin besar perbedaannya sehingga memudahkan seleksi.
Seleksi untuk mengumpulkan populasi
dengan koefisien variasi sifat pertumbuhan yang besar merupakan salah satu
jalan untuk memperbaiki produktivitas budidaya ikan. Rata-rata koefisien
variasi untuk fenotif pertumbuhan calon induk ikan mas (Common carp) adalah 22 a5, sedangkan untuk ikan Tilapia sebesar 27 %. Nilai
heritabilitas (h2) untuk
kecepatan pertumbuhan spesies ikan mas sebesar 0,49 (h2 = 49 %) untuk induk berumur 1 tahun dan untuk induk
berumur 2 tahun sebesar 0,50 ± 0,008. Besarnya nilai heritabilitas ini menunjukkan
respon terhadap seleksi juga meningkat.
2.4. Standar Deviasi (SD) Dan Koefisien
Variasi (CV) Seleksi
Meskipun heritabilitas merupakan
salah satu faktor yang menentukan apakah seleksi akan efektif atau tidak,
standar deviasi dan koefisien variasi seleksi juga berperanan menentukan apakah
populasi mempunyai variasi fenotif yang cukup untuk mencapai target melalui
seleksi. Standar deviasi memberikan gambaran jelas mengenai ukuran fenotif
kuantitatif terendah.
Standar deviasi dan koefisien
variasi seleksi memberikan peluang untuk mencapai prosentase peningkatan
kualitas keturunan. Fenotif kuantitatif populasi dengan standar deviasi dan
koefisien variasi besar akan mempermudah seleksi. Variasi yang dapat
dimanfaatkan dalam populasi yang memiliki standar deviasi dan koefisien variasi kecil sangat
sedikit dan nilainya tidak akan jauh berbeda dengan ukuran rata-rata dalam
populasi tersebut. Sebagai contoh, jika ada dua populasi ikan memiliki berat
rata-rata 400 g dimana satu populasi memiliki standar deviasi 10 g (CV = 2,5
%), sedangkan populasi yang satunya lagi memiliki standar deviasi 100 g (CV =
2,5 %), maka seleksi akan lebih efektif dalam populasi yang memiliki standar
deviasi 100 g. Kemudahan seleksi pada
populasi dengan standar deviasi yang besar dikarenakan dalam populasi tersebut
memiliki perbedaan variasi yang lebih besar.
Standar deviasi seleksi memberikan
gambaran tentang intensitas seleksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada
populasi yang memiliki standar deviasi dan koefisien variasi seleksi kecil,
maka intensitas seleksi akan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan populasi
yang memiliki SD dan CV yang besar. Sebagai contoh, intensitas seleksi akan
mencapai 50 % ketika SD 0,7 kg (CV = 70 %), dan sebaliknya intensitas seleksi
dapat meningkat mencapai 95 % ketika SD 0,3 kg (CV = 30 %). Hal ini menunjukkan
bahwa seleksi akan lebih sering dilakukan ketika nilai SD mengecil, dan
sebaliknya seleksi akan lebih jarang dilakukan ketika nilai SD meningkat.
BAB III
HIBRIDISASI
2.1 Program Hibridisasi
Apabila dalam program seleksi, nilai
koefisien variasinya kecil atau varian genetik aditif yang dapat dieksploitasi
kecil, maka tidak memungkinkan untuk memperbaiki suatu fenotif kuantitatif
dengan seleksi. Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki
produktivitas tersebut adalah program hibridisasi (crossbreeding). Hibridisasi memperbaiki produktivitas dengan cara
mengeksploitasi varian genetik dominan (VD). Prinsip dasar
hibridisasi adalah menimbulkan kembali kombinasi-kombinasi baru pasangan
alel-alel yang berinteraksi. Bilamana dalam pasangan alel-alel yang
berinteraksi terdapat alel dominan yang besifat superior maka akan memperbaiki
produktivitas. Kombinasi persilangan induk ikan harus diperbanyak untuk
memperoleh keturunan hibrid superior.
Beberapa hasil kombinasi persilangan dalam program hibridisasi dapat
memproduksi keturunan hibrid superior yang memperbaiki produktivitas. Sebagai
contoh beberapa hibrid Channel catfish
memberikan peningkatan pertumbuhan sebesar 10-18% dibanding dengan populasi
tanpa hibridisasi (Dunham dan Smitherman, 1985; Chappel, 1979). Hibridisasi
akan lebih memberikan pengaruh perbaikan dan nilai tambah genetik, apabila
dilakukan dalam famili, atau lebih menguntungkan lagi dilakukan antar strain
yang hidup pada lokasi yang berbeda. Kenyataan tersebut terbukti dari keturunan
hasil persilangan strain-strain hibrid pada Cyprinus
carpio yang hidup pada daerah yang berbeda menunjukkan kecepatan
pertumbuhan lebih baik (peningkatan berat tubuh sebesar 29%) dibandingkan hasil
persilangan secara normal (Komen et al.,
1993).
Superioritas keturunan hibrid dapat diukur sebagai nilai heterosis (hybrid vigour) yang dapat mengevaluasi
prosentase peningkatan pertumbuhan relatif keturunan hibrid tersebut. Efek
heterosis (H) dapat ditampakkan pada persilangan crossbreeding antara channel
catfish (berat rata-rata 460 g) dan blue
catfish (berat rata-rata 440 g), memberikan nilai heterosis sebesar 18%
pada berat rata-rata hibrid (Chappel, 1979; Tave 1986).
2.2. Penggunaan Hibridisasi
Eksploitasi
tidak tergantung pada varian genetik aditif,
sehingga hibridisasi dapat digunakan untuk memperbaiki produktivitas apakah
nilai heritabilitasnya kecil atau besar. Ketika nilai heritabilitas kecil,
hibridisasi sering digunakan sabagai salah satu cara praktis untuk memperbaiki
produktivitas karena seleksi tidak efisien. Hibridisasi dapat diikutkan dalam
program seleksi sebagai tahap persilangan akhir untuk menimbulkan peningkatan
ekspresi pertumbuhan ikan.
Apabila dalam program seleksi telah
ditentukan galur populasi kontrol dan galur populasi terseleksi, maka pada
akhir seleksi dapat dimasukkan program hibridisasi antara galur kontrol dan
terseleksi untuk mendapatkan keturunan hibrid yang terbaik. Hibridisasi juga
digunakan untuk memperoleh strain baru yang unggul ataupun untuk menghasilkan
keturunan yang memiliki ukuran fenotif kuantitatif seragam karena metodanya yang
efisien. Penggunaan hibridisasi juga dimaksudkan untuk menghasilkan populasi
ikan yang monoseks dan digunakan untuk mempertahankan populasi yang tidak mampu
bereproduksi kembali. Chappel (1979) melaporkan bahwa hibridisasi dapat
memperbaiki performan pertumbuhan Channel
catfish, dimana beberapa hibrid ikan tersebut memberikan peningkatan
pertumbuhan sebesar 10 – 18 %. Lebih lanjut Dunham dan Simtherman (1985)
mengemukakan bahwa hibridisasi memperbaiki produksi telur dan starin baru.
Sebagai contoh Dunham dan Smitherman (1985) dalam penelitiannya menghasilkan
strain AU-MK-3 untuk spesies Channel
catfish dari hasil hibridisasi Channel
catfish strain Marion x Kansas.
Populasi hibrid F1 strain Marion x Kansas yang disilangkan satu sama
lain menghasilkan hibrid F2 strain Marion x Kansas yang kemudian
akan disilangkan antara sesamanya untuk menghasilkan generasi hibrid ketiga (F3
strain Marion – Kansas = AU-MK-3)
Generasi ketiga dari keturunan hibrid ini memiliki suatu kecepatan
pertumbuhan terbesar, rata-rata pemijahan tercepat (sekitar 3 tahun) dan
produksi benih lebih banyak dibandingkan generasi terdahulu.
Hibridisasi akan lebih memberikan
pengaruh perbaikan genetik apabila dilakukan di dalam famili. Hibridisasi antara
Channel catfish x blue catfish akan lebih menunjukkan
peningkatan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari pada hibridisasi antara
kedua spesies itu dengan white catfish
yang dikarenakan adanya perbedaan jumlah kromosom. Jumlah kromosom Channel catfish dan blue catfish 58 kromosom, sedangkan jumlah kromosom white catfish 48 kromosom. Tidak
selamanya hibridisasi antar spesies (interspecific)
lebih baik dari pada hibridisasi antar strain (intraspecific).
2.3 Heterosis
Salah satu cara memperbaiki produksi
hibrid-hibrid F1 intraspesifik adalah melihat nilai heterosis
positifnya (hybrid vigour) pada
budidaya ikan dengan membandingkan hibridisasi antara strain-strain hatchery (panti benih ikan) dan strain-strain alami. Sebagai contoh
penelitian-penelitian hibridisasi dengan Channel
catfish menunjukkan bahwa :
Ø
Strain hatchery x strain hibrid F1
hatchery 80 % heterosis +
Ø
Strain hatchery x strain hibrid F1
alami 30 % heterosis +
Superioritas atau inferioritas keturunan hibrid diukur
sebagai heterosis (H) atau hybrid vigour.
Heterosis (H) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
H =
(Rata-rata hibrid F1 –
Rata-rata induk ) x 100 %
Rata-rata
induk
Sebagai
contoh, dilakukan persilangan antara Channel
catfish, blue catfish dan
resiprok hibridnya untuk mengevaluasi pertumbuhan relatif catfish. Pada saat panen (umur pemeliharaan 18 bulan) dicatat berat
rata-rata masing-masing kelompok sebagai berikut :
Kelompok
|
Berat
rata-rata (g)
|
Channel catfish
|
460
|
Blue catfish
|
440
|
Channel catfish E x blue
catfish G
|
600
|
Blue catfish E
x Channel catfish G
|
462
|
Penghitungan
nilai heterosis dilakukan dalam tiga tahap :
?
Tahap pertama : hitung berat rata-rata kelompok
induk ?
Berat rata-rata
kelompok induk = 460 g + 440 g / 2
Berat
rata-rata induk = 450 g
?
Tahap kedua :
hitung berat rata-rata hibrid ?
Berat
rata-rata hibrid = 462 g + 600 g / 2
Berat rata-rata
hibrid = 531 g
?
Tahap ketiga :
hitung heterosis ?
H = (531 g –
450 g) x
100 %
450 g
H = 18 %
2.4. Inbreeding
Inbreeding
merupakan program pemuliaan yang berpengaruh terdahap produktivitas.
Persilangan antara ikan-ikan yang memiliki hubungan kekeluargaan dikenal
sebagai inbreeding. Secara genetik, inbreeding dilakukan untuk menciptakan
keturunan homosigot. Individu-individu yang kekerabatannya dekat akan mewarisi
sifat yang sama dari induknya karena alel-alel terbagi dengan jumlah yang sama
seperti pasangan alel-alel semula (dari induknya).
Seleksi, migrasi, mutasi dan
penyimpangan genetik mengubah frekuensi gen, akan tetapi inbreeding tidak mengubah frekuensi gen. Persilangan yang dekat
kekerabatannya akan menambah kehomosigotan, karena mengubah frekuensi genotif
dengan penambahan alel yang homosigot dan pengurangan alel yang heterosigot.
Hal ini menyebabkan variasi genotif bertambah sehingga variasi fenotif juga
bertambah.
Individu yang heterosigot umumnya
menyimpan alel resesif perusak. Jika alel ini terekspresi akan menghasilkan
bentuk abnormal atau fenotif letal. Oleh karena inbreeding menciptakan homosigot dengan memasangkan alel yang sama
karena pewarisan induk, kemungkinan besar jarang sekali alel resesif perusak
berpasangan dan terekspresi pada individu inbreed dibandingkan dengan
persilangan induk yang jauh hubungan kekerabatannya. Namun demikian tidak ada
kepastian bahwa keturunan inbreed akan selalu abnormal.
2.4.1. Aplikasi Inbreeding
Kajian penelitian aplikasi inbreeding yang menggunakan spesies ikan
menunjukkan bahwa inbreeding
mereduksi produktivitas, namun demikian inbreeding
dengan metoda tertentu masih dapat digunakan untuk memperbaiki genetik
populasi. Metoda tersebut dikenal sebagai program line breeding. Program line
breeding dilakukan ketika individu yang unggul (biasanya jantan)
disilangkan dengan keturunannya. Hal ini dilakukan agar supaya sifat unggul
pada individu jntan tersebut menambah kontribusi gen pada gene
pool keturunannya.
Aplikasi kedua dari inbreeding adalah untuk membuat galur
inbreed yang akan dihibridisasikan sehingga menghasilkan hibrid-hibrid generasi
pertama (F1) yang memiliki sifat tumbuh relatif lebih baik. Dua atau
lebih dari galur inbreed tersebut disilangkan satu sama lain untuk
menggabungkan alel-alel tertentu. Ketika galur inbreed disilangkan,
hibrid-hibrid keturunannya akan identik dan seragam sifatnya. Hal inilah yang
menjadi tujuan dari program crossbreeding.
Inbreeding dengan dua atau lebih
galur yang diikuti program hibridisasi merupakan metoda klasik untuk
memproduksi keturunan yang pertumbuhannya seragam.
Dua tipe line breeding yang umum digunakan dalam perbaikan keturunan hibrid
adalah mild linebreeding dan intense linebreeding. Pada program mild linebreeding,
hasil persilangan generasi pertama (hibrid turunan pertama) disilangkan
dengan individu lain untuk menghasilkan
hibrid turunan kedua yang selanjutnya disilangkan dengan individu lain untuk
menghasilkan turunan hibrid ketiga. Turunan hibrid ketiga tersebut kemudian
disilangkan dengan individu lain untuk menghasilkan turunan hibrid keempat.
Persilangan terakhir dilakukan dengan menyilangkan turunan hibrid keempat
dengan individu jantan unggul yang dipakai sebagai parent (induk pertama) yang diharapkan mewarisi keunggulannya
dengan prosentase yang besar.
2.4.2. Cara Penghitungan Inbreeding
Nilai inbreeding dapat dihitung dengan menggunakan tehnik yang disebut path analysis, yaitu dengan menyajikan
garis keturunan dalam bentuk diagram path
dan menentukan inbreeding individu
dengan memasukkan kemungkinan perbedaan path dengan satu atau lebih common ancestor (tetua/induk pertama).
Garis keturunan Diagram path
Setiap anak panah pada diagram path menunjukkan sebuah gamet yang
menerima 50 % genom induk (orang tuanya). Inbreeding
individu ditentukan dengan menggunakan rumus :
FX = S [(0,5)N
(1 + FA)]
dimana
: Fx = inbreeding individu
S = simbol dari penjumlahan
N = jumlah individu yang
termasuk dalam diagram path
FA = inbreeding common ancestor
Jika
FA = 0, maka rumus di atas menjadi :
FX = S [(0,5)N]
Individu G
menunjukkan keturunan yang inbreed karena satu dari tetuanya terlihat pada
kedua sisi maternal (garis betina) dan paternal (garis jantan). Individu A
adalah tetua (common ancestor) dari
individu G. Nilai inbreeding G diperoleh dengan cara menelusuri jalur dari G ke
A. Penelusuran ini untuk mencari panjangnya garis pewarisan dari setiap
generasi, mulai dari A sampai G. Hal ini dapat dilakukan dari salah satu orang
tua G, kemudian ditelusuri jalan menuju A, selanjutnya dari A ke orang tua G
yang lain. Untuk menghitung FG harus ditelusuri jalan dari D ke E
melalui A.
G
Pada
jalur penelusuran tersebut terdapat 3 individu yang berhubungan dengan G (N =
3). Individu A bukan inbreed karena merupakan common ancestor. Nilai FG
dapat dicari dengan menggunakan rumus :
FG = (0,5)N
FG = (0,5)3 =
0,125
Jadi
keturunan G yang merupakan inbreed mewarisi kehomosigotan individu A sebagai
tetua sebesar 12,5 %.
2.4.3. Pengaruh Ukuran Populasi Pada Inbreeding
Inbreeding
yang tidak disengaja dan penyimpangan genetik selalu terjadi dalam populasi hatchery karena populasi tersebut kecil
dan lingkungannya tertutup. Kedua hal
ini akan merusak variasi populasi genetik dan menurunkan produktivitas. Pengaruh yang tidak menguntungkan ini
dapat diatasi dengan jumlah persilangan yang efektif (efective breeding = NE). Jumlah NE tergantung
dari jumlah induk yang disilangkan, rasio seks, cara persilangan dan variasi
ukuran famili.
Apabila tidak dilakukan seleksi
induk ikan, maka persilangan yang dapat dilakukan ada dua cara yaitu
persilangan secara acak (random) dan persilangan antar keturunan. Jumlah
breeding efektif yang harus digunakan pada populasi dengan persilangan secara
acak dapat dihitung dengan rumus :
4
(S
E) (S G)
Ne =
(S E) (S G)
dimana
: Ne = jumlah breeding efektif
S E
= jumlah induk betina
S G
= jumlah induk jantan
Jumlah breeding efektif merupakan
suatu konsep yang sangat penting dalam manajemen populasi, karena memberikan
petunjuk tentang stabilitas genetik populasi. Apabila Ne menurun, inbreeding dan variasi perubahan frekuensi
gen akan meningkat. Jumlah breeding efektif ini berbanding terbalik dengan inbreeding.
Bilamana Ne dalam suatu populasi
menurun dan berakibat pada penurunan produktivitas, maka upaya yang harus
ditempuh adalah menambah Ne sebesar mungkin dan memijahkan induk dengan rasio
seks lebih tinggi. Pengaruh rasio seks terhadap inbreeding ditunjukkan dengan
rumus :
1
1
F = +
8 (S E)
8 (S
G)
Cara ketiga untuk memaksimalkan Ne
adalah mengubah persilangan random (acak) menjadi persilangan kekerabatan
(antar keturunan). Persilangan antar keturunan berbeda dengan persilangan acak.
Pada persilangan keturunan setiap betina meninggalkan satu anak betina dan
setiap jantan meninggalkan satu anak jantan yang akan dipergunakan sebagai broodstock (calon induk). Sistem
breeding ini dapat menggandakan Ne tanpa menambah ukuran populasi. Cara
perhitungan Ne dengan persilangan keturunan menggunakan rumus :
16 (S E) (S G)
Ne =
3 (S E) + (S G) atau
(S
G)
+ 3 (S E)
Jika rasio seks dalam persilangan
tersebut lebih banyak induk betina maka digunakan faktor pembaginya adalah 3 (S E)
+ (S G),
sebaliknya apabila dalam persilangan terdapat lebih banyak induk jantan, digunakan
faktor pembagi (S
G)
+ 3 (S E).
Ne bertambah bila menggunakan persilangan keturunan karena menambah variasi
genetik dengan jaminan bahwa telur-telur yang dihasilkan selalu tersedia pada
generasi mendatang.
Jika populasi breeding tidak
menambah ukuran populasi, satu-satunya cara untuk menambah produktivitas adalah
mengubah rasio seks atau mengubah persilangan keturunan. Cara tersebut dikenal
sebagai efektif breeding efisien (Nb).
Ne
Nb =
N
Nb adalah efektif breeding efisien
dan N adalah ukuran populasi. Efektif breeding efisien dapat memberikan
petunjuk bagaimana caranya mengelola dan mengatur hatchery dengan baik terutama dalam hal penyediaan stok calon induk
bermutu yang diusahakan agar tingkat inbreeding
dapat diminimalisasi. Persilangan keturunan dapat diperbaiki dengan
menggunakan Nb apabila rasio seks induk jantan dan betina adalah 50 : 50.
BAB IV
MEKANISME SEX REVERSAL PADA GENETIKA IKAN
Umumnya pada ikan,, diferensiasi
seksual terjadi selama awal perkembangan telur sampai burayak (fry) dan dikontrol oleh konfigurasi
kromosom pada nukleus telur yang dibuahi. Konfigurasi kromosom yang tersusun
atas kromosom eks XX akan terekspresi menjadi individu betina dan untuk
komposisi kromosom seks XY terekspresi menjadi individu jantan. Pada ikan
memiliki mekanisme yang sama untuk kontrol seks dengan ekspresi individu betina
yang umumnya homogametic sex. Namun
pada Oreochromis aureus (ikan nila)
ekspresi individu jantan merupakan homogametic
sex.
4.1. Penentu Kromosom Seks
Baik pada mamalia maupun ikan,
penentuan seks kelamin sangat dipengaruhi oleh kromosom dan bukan oleh
lingkungan. Pada umumnya, kromosom betina adalah XX dan jantan adalah XY.
Kromosom Y merupakan kromosom yang mewariskan faktor penentu seks kelamin pada
mamalia. Jika misalkan individu memiliki 2 kromosom X dan 1 kromosom Y maka
jenis kelaminnya adalah jantan. Namun umumnya individu hanya memiliki 1
kromosom X dan kromosom Y yang tidak berkembang dianggap sebagai individu
betina.
Perkembangan gonad dan penentuan
jenis kelamin pada mamalia (termasuk ikan) diatur oleh kromosom Y. Jika tidak
terdapat kromosom Y, gonad berkembang menjadi ovari. Hormon-hormon estrogenik
yang diproduksi oleh ovari mampu menginduksi Mullerian duct menjadi vagina, serviks, uterus dan oviduk. Jika
terdapat kromosom Y, maka kromosom Y akan mengatur pembentukan faktor penentu
testis. Faktor penentu testis yang terbentuk akan menginduksi perkembangan
gonad menjadi testis (yang materialnya diambil dari bahan calon pembentuk
ovari). Oleh karena testis yang terbentuk, maka akan disekresikan dua hormon
utama. Pertama adalah Anti Mullerian Duct
Hormone (dikenal sebagai AMH = Anti
Mullerian Hormone) yang merupakan hormon perusak jaringan yang menginduksi
perkembangan uterus, oviduk, serviks dan vagina. Hormon kedua adalah
testosteron yang memaskulinisasi calon sel pembentuk gonad, menstimulasi
pembentukan penis, skrotum dan bagian anatomi jantan lainnya. Secara rinci pada
4.2. Gen-gen Pada Kromosom Y
Beberapa gen yang terdapat dalam
kromosom seks telah ditemukan dan memiliki fungsi untuk diferensiasi seksual
normal. Diferensiasi gonad yang belum terdiferensiasi tergantung pada ekspresi
gen-gen kromosom Y yang terdapat dalam sel-sel epitelium seks. Diferensiasi
testis merupakan ekspresi penentu eks pada
kromosom Y di dalam sel-sel
sertoli. Oleh karena sel sertoli merupakan tipe sel pertama testis yang
berdiferensiasi, hal ini yang meungkinkan gen penentu seks kromosom Y dan semua
kejadian lainnya pada pembentukan testis.
Pada manusia, gen untuk faktor
penentu testis (TDF = Testis Determining
Factor) yang terletak pada lengan pendek kromosom Y merupakan gen pembentuk
ekspresi individu jantan.
Gen penentu testis pada kromosom Y
diperlukan, namun tidak cukup untuk menginduksi perkembangan testis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa gen pada kromosom Y berkoordinasi dengan gen-gen
autosomal tertentu. Gen penentu testis terletak pada daerah 35.000 bp pada
kromosom Y yang terletak sebelum pseudoautosomal.
Pada daerah ini ditemukan suatu urutan DNA spesifik jantan yang menyandi
suatu peptida dari 223 asam-asam amino. Gen ini disebut sebagai sex determining region Y (SRY) yang
menyandi faktor penentu testis yang bekerja sebelun atau sesudah atau selama
diferensiasi testis.
Satu dari gen-gen yang diatur oleh
faktor penentu testis adalah gen untuk AMH (Anti
Mullerian Hormone). Hormon ini diproduksi oleh sel-sel sertoli testis dan
merupakan salah satu produk utama dari jaringan testis. Gen penentu testis pada
kromosom Y mencit (Tdy) dapat bekerjasama dengan gen penentu testis autosomal (Testis determining autosomal = Tda-1).
Gen penentu perkembangan ovarium
adalah gen Od (Ovarian determining)
yang terletak pada kromosom X atau pada suatu autosom. Gen Od ini berfungsi
untuk mengaktivasi gen berikutnya (gen Od-1) pada jalur perkembangan ovarium .
Gen Od-1 ini dapat mengaktivasi gen dalam germ
cell line untuk menginduksi aktivasi perkembangan ovarium di dalam sel-sel
gonad.
Gen pertama pada jalur perkembangan
testis adalah faktor penentu pada testis (Tdy). Gen ini bekerja terlebih dahulu
dari pada gen Od dan bertindak dalam dua fungsi. Pertama, mengaktivasi gen
berikutnya (Td-1) dalam jalur testis dan gen Td-1 ini kemudian menekan
aktivitas gen Od. Akibat mekanisme operasi gen ini, testis akan terbentuk. Jika
terdapat gen Tdy, akan terbentuk testis, dan sebaliknya ovari akan terbentuk
jika tidak ada gen Tdy. Model ini
memungkinkan pewarisan pembalikan seks (sex
reversal) yang disebabkan oleh hilangnya koordinasi antara gen Tdy dan
alel-alelnya. Hilangnya koordinasi ini mungkin pertanda timing ekspresi gen.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapustrimakasih,
Hapusdiktat ini ditulis oleh penulis yang namanya dicantumkan diawal.
untuk berikutnya, jika ingin memberikan saran ada baiknya perhatikan juga cara penulisannya, entah itu tanda titik koma maupun besar kecilnya huruf yang dipakai. :)
dalam penulisan di media ada etikanya agar tidak menimbulkan makna yang salah.
Terimakasih.
semoga bermanfaat